Refleksi Harlah PMII Ke- 58




"Setolol-tololnya orang adalah mereka yang tak tahu apa itu sejarah dan sehina-hinanya orang adalah mereka yang memasulkan sejarah" (Mahbub Djunaidi)

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia disingat menjadi PMII merupakan organisasi kemahasiswaan yang berasaskan Pancasila dan bernafaskah Islam Ahlussunnah wal Jamaah. PMII dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama oleh 13  pemuda Nahdlatul Ulama pada tahun 60-an di Gedung Madrasah Muallimin Nahdlatul Ulama atau Gedung Yayasan Khadijah Surabaya dan resmi di deklarasikan di Balai Pemuda pada tanggal 17 April 1960.

PMII mempunyai dua sublimasi nilai, yakni Nilai Islam Ahlussunnah Wal Jamaah dan Nilai kebangsaan. Kedua nilai  tersebut yang harus dijaga oleh kader-kader PMII. Kader-kader PMII memiliki tugas besar dalam membumikan nilai-nilai pergerakan ke arah yang lebih praksis lagi.

Kader-kader PMII sudah tidak diragukan lagi kemampuannya karena sedari Awal sudah dibekali pendidikan Formal untuk membuka kesadarah jiwa dan kesadaran berpikir untuk menjadi kaum yang tercerahkan, Seperti MAPABA, PKD, PKL dan sampai PKN. Secara keorganisasian PMII sangatlah kuat dari Rayon, Komsat, PC, PKC dan PB. Tetapi selama ini apa sumbangsih PMII terhadap negara?

Refleksi Ke-58 PMII perlu kita renungkan bersama, melihat kondisi republik Indonesia yang semakin buram dalam hal keberpihakan terhadap kepentingan rakyat. Kader PMII harus peka melihat situasi dan kondisi hari ini. Tiga poros yang wajib kader PMII perhatikan moderen ini, yang artinya tidak boleh tidak untuk dikritisi adalah  State Power, Free Market (Kapital), dan Cociety.
Kader PMII pada dasarnya telah familiar dengan kondisi polarisasi semacam ini, karena momorial PMII telah mencatat sepanjang tiga orde yang telah lalu, bahwa penguasa yang tanpa kontrol senantiasa membangun opiniya untuk memonopoli kuasa, bahwa kapital besar mengintip dan mengunakan tangan penguasa untuk menguras sumberdaya, bahwa sesungguhnya perselingkuhan antara penguasa dengan kapital itu adalah untuk pemperdaya rakyat. Jika saat ini masih ada kader PMII yang belum insaf dan sadar tentang kondisi semacam itu, maka bisa ditunjuk kader tersebut tidak betul-betul menghayati ke PMII-annya.
Sungguh sangat disayangkan jika saat ini kita terjebak dalam tempurung paradigma sendiri.

Paradigma Kritis Transformatif (PKT) yang pada dasarnya adalah alat bedah kader PMII mengkritisi dan menjalankan gagasannya, hanya menjadi ladang perdebatan omong kosong yang tidak sama sekali membawa progres positif. Terus berkutat pada anggapan relevan dan tidaknya paradigma yang pernah dibangun sendiri. Alhasil kita menjadi gagap dalam menyikapi problem-problem sosial, ekonomi dan politik, itu mengindikasikan bahwa kader PMII masih belum berani untuk keluar dari tempurung kenyamanan. Masih banyak kader PMII yang mudah terbawa arus pemikiran yang labil, terbawa isu-isu buatan yang membuat kabur persoalan serius yang sedang menjangkit negeri ini. 

Kondisi tersebut membenarkan apa yang dikatakan di atas tadi tentang ‘perdebatan omong kosong. Banyak diantara kader PMII hanya puas memperbincangkan Paradigma Kritis Transformatif tanpa dengan serius menerapkannya dalam gerakan-gerakan yang mengakar. Terjebak dalam fantasi pemikiran yang tidak pernah diketahui daya dobraknya karena tidak diterapkan dengan benar.

Paradigma kritis transformatif tidak hanya membantu kader PMII untuk memahami polarisasi-polarisasi pemikiran, melainkan juga mendorong kita untuk selalu dalam keadaan kritis terhadap setiap bagian pemikiran. Memahami PKT adalah upaya untuk membangun kesadaran yang senantiasa membuat kader PMII peka terhadap setiap perubahan. Namun demikian Kesadaran adalah sebutan bagi sesuatu bagian yang tidak mewujudkan suatu kesatuan lahiriah, untuk meneruskan kesadaran agar tidak hanya menjadi konsep di dalam pikiran, kesadaran memerlukan perwujudan yang nyata yakni tindakan. Seperti yang dikatakan oleh William James tentang pengalaman murni yang membentuk kesadaran, bahwa pengalaman murni terbentuk dari perubahan-perubahan yang berlangsung terus-menerus dari kehidupan, yang membantu kita untuk mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan pikiran didalam membuat tindakan di kemudian hari. 

Mudahnya adalah kader PMII harus kuat di dalam membangun opini dan mengkritisi opini untuk mengontrol setiap kebijakan dan kondisi sosial. Bagaimana kader PMII bisa peka dan keras di dalam membuat opini dan mengkritisi opini yang sengaja dibuat untuk memperdaya rakyat, yakni dengan refleksi sejarah, membaca kembali pengalaman-pengalaman masa lalu tentang kekuasaan negara yang tidak terkontrol telah menyebabkan harga nyawa manusia tidak semahal harga nasi sepiring dan kebebasan beropini hanya ada di dalam benak perorangan yang hanya sesekali muncul dalam mimpi, tidak ada kebebasan di dalam ruang publik bahkan di toilet sekalipun. Jika kita lalai sedikit saja di dalam mengontrol kebijakan dan opini pemerintah, hantu masa silam itu akan kembali mengancam. Tidak terlepas dari itu semua kader PMII juga harus menerapkan kesadaran dengan melakukan gerakan-gerakan yang mengakar. 

Didalam memperjelas sikap untuk terus mengawal kepentingan rakyat, kader PMII perlu juga untuk mengikut sertakan dan membangun kesadaran masyarakat dengan pendampingan yang nyata.
Pemahaman yang kuat tentang paradigma yang kritis seharusnya dapat membantu kader PMII di dalam memahami kondisi bangsa yang semakin dirongrong oleh para pemilik modal, yang tentunya mereka tidak berpihak kepada kepentingan rakayat, bagi kapital besar rakyat adalah pasar dan sumber tenaga yang tentunya juga dimasukkan ke dalam daftar proyek berkala demi keuntungan. (baca; sumberdaya alam Indonesia dikuasai mafia). Kader-kader PMII harus peka dengan kata pembangunan yang akhirnya akan berujung pada perampasan lahan pertanian, peningkatan pendapatan yang akan berujung dengan kontrak-kontrak lahan pertambangan dan stabilitas sosial yang sering pemerintah sampaikan untuk menyembunyikan tujuan mereka yang manipulatif. Pola semacam itu terus berulang disetiap era kekuasaan. Kata tersebut menyejukkan tapi menghancurkan di kemudian. 

Sekarang kader PMII ingin berbicara perebutan Leding sektor dan selalu digembar-gemborkan disetiap forum diskusi gerakan. Sudah sampai mana leding sektor itu?. Jangan sampai apa yang kita gagas besar-berar hanya berakhir di warung kopi dan tak sedikitpun dirasakan oleh rakyat. Mari buka lagi sejarah perjuangan para pendiri PMII apa yang sebenarnya menjadi cita-cita besar PMII di republik ini. Mari kita buka lagi sejarah kebangsaan, Mari buka lagi materi-materi dasar Islam Ahlussunnah Waljamaah dan teori-teori kritis sebagi pisau bedah Ekonomi, Sosial Politik di Republik ini.

Kalau kau sudah minum air PMII. maka sampai mati PUN kau tetap harus menjaga nilai-nilai Pegerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Jangan kau bilang cinta kepada Negara, kalau kau tidak cinta rakyatnya dan jangan kau bilang cinta rakyat, jika kau masih terdiam melihat drama silat lidah penguasa manipulasi kepentingan rakyatnya.

Saya banga dengan PMII
Karena mempunyai semangat api islam yang menyala dan semangat kebangsaan yang mengakar.

Selamat Harlah PMII Ke- 58 di Bandung. Aku Cinta Padamu

Agus Sholeh| Jember, 17 April 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mastodon dan Burung Kondor Karya: WS Rendra

Takjil Jalan Kalimantan Jember

Aku Si Binatang Jalang Tapi Bukan Chairil