TERAS: Aku Cinta Padamu


Ini bukan soal post power syndrome tapi memang tidak bisa move on dari Teras (Teater Rayon Sastra. Sebab saya tidak ingin disebut ahistoris bagaimana perjuangan para penggagas dulu sebagai cita-cita luhur untuk menebar kebijaksanaan lewat seni budaya. 

Membuat komunitas Teater di organisasi Ekstra itu sulitnya minta ampun dan menuai perdebatan yang cukup mantap. Banyak tantangan sendiri tidak seperti dengan UKM-UKM di kampus-kampus yang sedari awal fokus di Tetaer. 

Saya memposisikan Teras sebuah komunitas kesenian alternatif dan sebagai wacana tanding dari komunitas lain serta saya memposisikan sebagai strategi kaderisasi. Organisasi tanpa adanya kaderisasi bagi saya seperti hidup segan mati tak mau. Terlalu agresif dan tidak terukur. 

Tak ada kenikmatan atau kesenangan lain kecuali melihat kader-kader bejuang habis-habisan sedari awal  pra sampai pasca pentas. Tangis, canda tawa, tegang, emosi, serta lengkap dengan pengorbanan yang tampak Pun yang tak tampak. Saya patut angkat topi kepada sutradara dan ketua panitia yang keduanya kader perempuan yang tangguh penerus masa depan dan kepada ke-20 aktor kalian kader yang luarbiasa.  

Saya harus bangga kepada kalian yang memilih diam dan terlibat dalam catatan sejarah panjang Teras. Kalau aku boleh menyitir peribahasa madura, Parokon sataretanan, pakompak, se toah pa open ben se ngudeh ngormaten. 

Pelacur dan Sang Presiden itu bukan hanya soal naskah tapi ada pemahaman Tentang Sosial, Ekonomi, Politik, Feminisme, Kemanusiaan dan Teologis. Kalian telah berhasil mentranformasikan teks kepada penonton lewat seni peran pertunjukan.

Teras sekarang kau menemukan panggungnya. Ini dari dulu yang menjadi prioritas satu obrolan serius dari warung kopi satu ke warung kopi lain. Akhirnya hari ini alhamdulillah dengan rahmadnya teras bisa. Semoga para penggagas tersenyum dan mengeluarkan air mata kebahagian melihat capaian hari ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mastodon dan Burung Kondor Karya: WS Rendra

Takjil Jalan Kalimantan Jember

Aku Si Binatang Jalang Tapi Bukan Chairil